Pembangunan MAN 2 Nganjuk: Dana Misterius, Keselamatan Siswa Terabaikan

Beritandika.id
By -
0

NGANJUK –Beritandika.id Pembangunan gedung kelas baru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Nganjuk kini bukan hanya soal dinding bata dan semen yang sedang disusun. Di balik pengerjaan yang dikebut, mencuat tanda tanya besar mengenai sumber dana, transparansi penggunaan anggaran, serta keselamatan siswa yang beraktivitas di tengah proyek konstruksi aktif.


Sejumlah wali murid mengungkapkan bahwa selama ini mereka rutin diminta menyumbang Rp125.000 per bulan melalui mekanisme Sumbangan Operasional Pendidikan Madrasah (SOPM). Namun, arah dan besaran penggunaan dana tersebut dinilai tidak pernah dipaparkan secara rinci.


“Setiap pengambilan rapor orang tua dikumpulkan, tapi tidak pernah ada laporan berapa total dana yang terkumpul dan digunakan untuk apa. Sekarang tiba-tiba ada pembangunan ruang kelas baru, tapi sumber dananya misterius,” kata seorang wali murid yang enggan disebut namanya, baru-baru ini.


Investigasi di lapangan menemukan bahwa sebagian siswa tetap menempati ruang belajar di bawah lokasi pembangunan lantai atas. Material bangunan tampak berserakan di halaman, sementara para pekerja proyek terlihat tanpa alat pelindung diri (APD) seperti helm pengaman atau rompi reflektif.


Kondisi ini mengundang kekhawatiran serius. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Tempat Kerja Konstruksi, setiap pelaksana proyek wajib memastikan perlindungan bagi pekerja dan lingkungan sekitar. Jika terjadi insiden yang melibatkan siswa atau guru, tanggung jawab hukum dapat mengarah ke pihak pelaksana maupun penanggung jawab proyek.


“Material berserakan, pekerja tanpa APD, sementara siswa lalu lalang. Ini tidak sekadar ceroboh, tapi berpotensi melanggar aturan keselamatan,” tegas salah satu aktivis pendidikan di Nganjuk yang ikut memantau proyek.


Mengacu pada Permenag No. 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah, setiap penggalangan dana dari wali murid harus dipertanggungjawabkan secara transparan. 


Pasal 22 secara jelas menyebut bahwa Komite Madrasah menyampaikan laporan kepada wali murid dan kepala Madrasah, yang diselenggarakan oleh masyarakat melalui pertemuan berkala paling sedikit satu kali dalam satu semester atau sesuai dengan kebutuhan.


Namun, hingga pembangunan berjalan, laporan pertanggungjawaban keuangan tak kunjung diterima wali murid. Minimnya laporan ini berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).


Kepala MAN 2 Nganjuk, Kasnan, yang dihubungi melalui nomor WhatsAppnya belum merespons hingga berita ini diturunkan. Kondisi ini membuat spekulasi publik semakin menguat.


Menurut pakar hukum administrasi publik, diamnya pihak sekolah dalam memberikan klarifikasi dapat menimbulkan asumsi negatif di masyarakat dan berpotensi memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan negeri.


Transparansi dan akuntabilitas bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga mandat hukum. Masyarakat, khususnya wali murid, berhak mengetahui dan mengawasi penggunaan dana pendidikan. Demikian pula, siswa berhak belajar di lingkungan yang aman, tanpa risiko dari aktivitas pembangunan yang tidak tertib.

"Kasus di MAN 2 Nganjuk ini menjadi alarm penting bahwa pengawasan publik terhadap sekolah negeri tidak boleh kendor. Pihak Kementerian Agama hingga aparat penegak hukum diharapkan turun tangan memastikan proyek pembangunan dan pengelolaan dana pendidikan berjalan sesuai aturan, aman, dan akuntabel," tutup salah satu pakar hukum administrasi publik asal Kabupaten Nganjuk. (Tim) 


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)